THE LAST CHANCE [Part 6]

Annyeong!!
PART 6 Here!
Sorry agak telat, agak sibuk beberapa hari ini.
Dan sampai sekarang juga masih sibuk alias tambah sibuk.
Harap maklum ya.. Hehehee

Image

Happy Reading!!

Aku meraih spidol merah di atas mejaku dan melingkari angka 6 di kalender bulan November, kemudian membuat tanda silang pada tanggal 10 November.
“Kenapa diberi tanda silang? Tidak suka tanggal 10?” tanya Sehun oppa dan berjalan mendekatiku.
“Yang benar saja? Kau tidak mengerti ya? Ini X bukan silang.”
“X?”
“Ya. X. Kau tidak mengerti?”
“Tidak. Memangnya apa?”
“X itu Kiss.”
“Oh? Kalau begitu yang di tanggal 6 ini apa?”
“O.”
“X dan O.”
“Ya. O itu Hug. X-O-X-O.”
Jujur saja sebenarnya aku tidak bermaksud untuk menjawab tentang XOXO. Bagiku X di sini memang tanda silang. Karena aku sudah memikirkan jawaban yang tepat kalau saja Sehun oppa menanyaiku, aku baru bisa menjawab dengan begitu santai.
Anggap saja aku beruntung karena Sehun oppa tidak menanyakan kenapa aku membuat tanda O di tanggal 6 November. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
“Kalau begitu, aku pulang dulu.” kata Sehun oppa setelah memelukku dari belakang.
“Ne. Annyeong!” kataku dan mengantarkannya keluar rumah.
Begitu Sehun oppa pergi, aku kembali ke kamar dan mengeluarkan ponselku dan memasang earphone di kedua telingaku. Akhirnya, aku kembali mendengarkan lagu ini. Aku tidak hanya mendengarkan lagu ini dari penyanyi aslinya, aku juga mendengarkan rekaman seseorang yang menyanyikan lagu ini untukku. Lagu dari seorang penyanyi serta penulis lagu yang berasal dari Reno, Nevada. Jeff Bernat.

>> Flashback

“Apa?!” Aku memekik tertahan setelah mendengar teriakan Hyoonmi.
“Aku serius! Ayo cepat!!” Hyoonmi menarikku dan aku masih terdiam kaku di kursi yang kududuki.
“Park Jung Yeon! Ayo!” Kali ini Jia Min, dia terlihat lebih semangat dibandingkan dengan Hyoonmi tadi. Yang benar saja dia? Aku memang pernah memintanya menyanyi untukku. Tetapi dia malah menyanyi di sekolah? Di hadapan banyak orang? Bagaimana bisa dia menyanyi kalau suaranya saja berat seperti itu. Kalau rap aku masih percaya, tetapi ini…
“Ayo!!!” Hyoonmi dan Jia Min menarikku paksa sampai kami tiba di Auditorium sekolah yang sudah penuh dengan siswa-siswi juga beberapa guru.
Hari ini memang hari perpisahan para kakak kelas, salah satunya Yi Fan gege, tetapi dia tidak memberitahukan kepadaku kalau…
“Wu Yi Fan!!!!!!!!” teriakan histeris itu membuat sekujur tubuhku merinding. Aku heran kenapa aku masih baik-baik saja selama pacaran dengannya, sama sekali tidak ada fans-nya yang menyerangku. Aku benar-benar beruntung, lagi.
“Lihat dia. Keren sekali.” Jia Min bergumam pelan, matanya terpaku pada dua orang di depan sana.
“Siapa? Yi Fan atau Yi Xing?”
“Yi Fan.”
“Hei! Itu pacar Jung Yeon!”
“Aku tahu kok.”
Jia Min terus saja memandang ke arah depan, sama sekali tidak menoleh ke arah Hyoonmi yang sedang menginterogasinya. Sedangkan aku sendiri tidak berani menolehkan kepalaku ke depan. Aku hanya menunduk dan membayangkan bagaimana penampilannya sekarang. Aku yakin pasti sangat-sangat menakjubkan.
 

“Park Jung Yeon. Lihat aku.” Suara berat yang terdengar lembut itu membuatku refleks mengangkat kepalaku dan menatapnya yang jauh dari hadapanku.
“Aku sudah bisa mengabulkan permintaanmu yang paling sulit bagiku. Bahkan aku menciptakan sendiri bagian Rap-nya untukmu. This is for you. Call You Mine. Jeff Bernat.”
 
Zhang Yi Xing, temannya yang juga berasal dari China itu mulai menekan tust piano, dan Yi Fan gege memulai lagu itu dengan Rap yang dikatakannya tadi.
Aku menahan nafasku dan menggigit bibir bawahku, bahkan lagu ini terdengar lebih bagus dibandingkan dengan penyanyi aslinya.
“Saranghae.” Yi Fan gege mengakhiri perform-nya dan tersenyum lebar. Kemudian dia turun dari panggung dan berjalan ke arah kursi penonton. Jantungku semakin berdebar kencang saat dia mulai mendekat ke arahku.
Tepat saat dia sudah di hadapanku, aku langsung menundukkan wajahku.
“Sekarang aku menagih janjimu.” katanya dan duduk di kursi kosong di sampingku.
“Apanya?” tanyaku dan dia mendekatkan wajahnya.
“Aaaahh… Kau lupa?” Dia menarik daguku dan tersenyum tipis.
“Semua orang memperhatikanmu.” bisikku dan dia hanya menatapku lekat-lekat.
“Sudah seharusnya.” bisiknya dan langsung mengecup bibirku, kemudian perlahan mengulum bibirku. Sesuai dengan janjiku, kalau dia bisa menyanyikan lagu itu dengan sempurna, dia boleh melakukan ini padaku. Ciuman yang benar-benar lembut dan lama bagiku. Dia bahkan tidak peduli lagi ada di mana kami sekarang.

>> Flashback END

 
Aku menutupi wajahku yang terasa memanas karena mengingat kejadian itu. Saat itu pertama kalinya Yi Fan gege menciumku di depan umum, aku tidak menyangka akan ada yang kedua dan ketiga kalinya lagi. Dan aku juga tidak menyangka akan ada yang terakhir kalinya. Memikirkan itu membuat hatiku kembali terasa sakit. Benar-benar menyakitkan.
Kalau saja aku membatalkan pernikahanku, masih bisakah? Sehun oppa bagaimana? Aishh!
^_________^

Aku menghela nafas berat dan menutup diktatku. Aku menatap layar ponselku lagi dan menatap wajah Yi Fan gege di foto itu. Meskipun kaku, tetapi wajahnya terlihat sangat manis, benar-benar sempurna. Semakin aku melihat foto itu, nafasku semakin sesak, air mataku terus memaksa keluar tetapi aku terus saja menahannya. Aku tidak mau menangis di tempat umum seperti ini.
“Bodoh.” Yi Fan gege merebut ponselku dan duduk di depanku.
“Hei!” Aku merebut kembali ponselku dan menatapnya tajam.
“Bodoh.”
“Bodoh kenapa?” tanyaku kesal. Dia mengangkat ujung bibirnya dan merebut ponselku lagi.
“Untuk apa melihat ini? Kau menyakiti dirimu sendiri, menyakitiku juga termasuk Sehun oppamu. Aku dan dia tidak ada hubungan apapun, jadi kuharap kau jangan marah lagi,”
Dia berkata dengan cepat sambil memencet layar sentuh ponselku.
“Lupakan semuanya.”
Setelah mengatakan itu dia beranjak dari kursinya, menyentuh kepalaku dengan lembut, mengembalikan ponselku dan berjalan pergi.
Sesaat aku merasa lega mendengar ucapannya barusan, tetapi tetap saja foto itu masih mengganggu pikiranku, meskipun sudah dihapus dari ponselku, aku akan tetap mengingatnya dengan jelas.
Meskipun dia menyuruhku melupakannya, aku tidak akan melupakannya. -theend-
“Ehm.”
Aku menoleh dan langsung memalingkan wajahku lagi. Untuk apa dia di sini? Semakin memperkeruh suasana hatiku.
“Aku sudah tahu tentang kalian.”
“Siapa?”
“Kau dan Kris.”
“Lalu?”
“Maaf menanyakan ini, tapi kenapa kau menikah dengan…”
“Untuk apa kau tahu?”
“Um…”
“Maaf tapi ini bukan urusanmu, tanyakan yang lain saja.”
“Kenapa dia meninggalkanmu?”
“Kenapa dia meninggalkanku… Kenapa…”
Aku terdiam. Itu pertanyaan terbesar seumur hidupku yang bahkan sampai sekarang aku belum mendapatkan jawabannya.
“Aku akan menanyakan itu padanya nanti.” jawabku dingin dan keluar dari perpustakaan. Untung saja bel untuk pelajaran berikutnya berbunyi dan aku bisa keluar dari sini, kalau tidak Aeri pasti akan terus menanyakanku.
Entah darimana dia tahu tentang ini, itu bukan hal yang terlalu penting, yang terpenting adalah menghindari pertanyaannya.
✘✘✘✘✘✘

“Tadi Heechul memberitahu Aeri tentangmu dan Kris gege.”
“Sudah kuduga. Mulutnya memang untuk membocorkan rahasia orang.”
“Dia dipaksa.”
“Biar sajalah. Toh aku dan dia sudah tidak ada hubungan apapun lagi.”
“Ada.”
“Apa?”
“Mantan.”
“Ya! Kim Hyoonmi!”
“Ne??”
“Kau gila!”
Aku melangkah cepat meninggalkan Hyoonmi. Entah mengapa aku benci mendengar itu, aku benci mengakui tentang ini. Benci luar biasa.
“Gomawo.”
Aku menghentikan langkahku ketika melihat seorang wanita sedang membungkuk hormat dan mengucapkan terimakasih pada Yi Fan gege dengan kaku.
“Ne. Annyeong.” 
Yi Fan gege balas membungkuk dan berjalan pergi. Dia menunduk saat dia melihatku, dan mempercepat langkahnya.
Aku mendekati wanita tadi dengan jantung berdebar kencang. Wanita ini…
“Oh?” Dia melihatku kaget dan menatapku dari atas sampai bawah.
“Kau kuliah di sini?”
“Ya. Eonni sedang apa di sini?”
“Aku hanya berkunjung saja. Aku dulu kuliah di sini juga.”
“Oh? Bukannya kau kuliah di…”
“Memang. Aku pindah setelah 1 semester di sini.”
Aku mengangguk pelan dan tersenyum pada wanita di hadapanku.
Aku bertemu dengannya 2 tahun yang lalu. Saat itu dia masih mahasiswa dari Universitas London yang sedang melakukan penelitian di Seoul. Tidak kusangka dia juga mantan mahasiswi di sini, sama seperti Sehun oppa.
Alasan mengapa aku begitu gugup bertemu dengannya adalah…
“Bagaimana kabar Sehun? Kau masih bersamanya?”
“Oh. I…iya. Tentu.”
“Baguslah.”
Dia adalah mantan pacar Sehun oppa.
Wanita ini terlihat begitu mewah, tetapi tidak bersikap sombong pada siapapun. Dia masih sama seperti eonni yang kutemui dulu.
“Kau… datang ke sini untuk…”
“Untuk mengingat masa laluku bersamanya.”
Dia tersenyum hangat dan aku tersenyum kaku. Wanita ini sangat jujur, tidak mempedulikan perasaan siapapun. Untung saja orang yang kuhadapi sekarang bukan mantan pacar Yi Fan gege. Jadi aku tidak terlalu peduli kalau dia mengatakan apapun tentangnya dan Sehun oppa.
“Kau masih mencintainya?”
“Um… Masih. Aku tidak mudah melupakan sesuatu yang pernah menjadi milikku.” jawabnya mantap dan aku hanya diam.
“Kau tidak marahkan?” tanyanya dan menatapku lekat-lekat.
“Ah. Tidak eonni. Tentu tidak.”
“Kalau begitu. Kau mencintainya?”
Aku terpaku saat mendengar pertanyaan itu. Aku benci pada pertanyaan seperti ini, dan aku benci semua orang yang menanyakan tentang ini padaku.
“Oh! Dia datang!”
Aku langsung menoleh saat dia mengatakan itu dan tepat saat itu mobil Sehun oppa berhenti di samping kampus.
“Eonni, aku pulang dulu. Annyeong!” kataku cepat dan bergegas masuk ke dalam mobil.
Sehun oppa tersenyum tipis dan melajukan mobilnya.
“Oppa.”
“Ya?”
“Kalau bisa memilih, kau pilih antara mencintai atau dicintai?”
“Kenapa?”
“Jawab saja, oppa.”
“Apa ya… Mungkin… mencintai.”
“Kenapa?”
“Karena…”
Sehun oppa menepikan mobilnya di tepi jalan, kemudian menatapku.
“Karena aku bisa memberikan perasaanku dengan tulus, melakukan apapun, memberikan apapun, mengorbankan apapun untukmu,”
Kami saling bertatapan, dia tersenyum tipis dan menggenggam telapak tanganku.
“Kau pernah bilang dua orang yang saling mencintai itu suatu keajaiban kan?”
Aku mengangguk dan tersenyum bingung.
“Memang benar. Tetapi bagiku, mencintaimu dengan caraku adalah keajaiban. Aku tidak pernah mencintai dengan cara seperti ini sebelumnya.”
“Oppa…”
“Aku juga tahu, kau tidak mencintaiku sebagai pasanganmu, tetapi sebagai oppa saja. Tahu tentang ini saja sudah cukup bagiku, ditambah lagi kau memintaku menikahimu, itu benar-benar keajaiban,”
“Aku tidak tahu kenapa kau tidak mau membatalkan keputusanmu, tetapi…”
Aku balas membungkam mulut Sehun oppa dengan telapak tanganku. Sama seperti apa yang tadi dia lakukan padaku untuk menghentikan ucapanku.
Aku menjauhkan tangannya dari wajahku.
“Oppa, mianhae.” gumamku dan dia menggenggam tanganku yang tadi membungkam mulutnya.
“Kau masih bisa membatalkannya.”
“Tidak. Tidak akan.”
Sehun oppa terdiam dan hanya menatapku yang sedang menatap ke luar mobil. Menatap lalu lintas Gangnam.
“Kau yakin?”
“Yakin. Aku akan belajar mencintaimu.”
“Baiklah.”
Sehun oppa menyerah dan kembali menyalakan mesin mobil.
“Tadi aku bertemu Minmi eonni.” gumamku ragu. Sehun oppa yang baru akan menginjak pedal gas mengurungkan niatnya dan menoleh ke arahku lagi.
“Lee Minmi?” tanyanya memastikan. Aku mengangguk pelan dan Sehun oppa menghela nafas kemudian kembali melajukan mobilnya di jalanan Seoul.
Aku tidak tahu apa yang terjadi pada mereka dulu, tetapi kalau dilihat dari sikap mereka sekarang sepertinya tidak jauh dari apa yang terjadi padaku dan Yi Fan gege. Perbedaannya hanya ada pada Sehun oppa yang tidak mencintai Minmi eonni lagi, Ini akan lebih sulit bagi Minmi eonni.

✘✘✘✘✘✘✘

“Lee Minmi?”
“Annyeong ahjumma!”
“Kapan kau kembali ke Seoul?”
“Senin kemarin. Annyeong Jung Yeon-ah!”
“Annyeong.”
Dia tersenyum tipis padaku yang sedang di dapur, kemudian mereka duduk di sofa di ruang tamu.
“Sehun ada?” tanya Minmi eonni dan aku mengangguk. Eomma menatapku dengan perasaan tidak enak.
“Di kamar.”
“Jung Yeon-ah.”
Aku langsung menoleh saat Sehun oppa mendadak memelukku dari belakang dan mengecup tengkukku. Sekujur tubuhku terasa kaku. Sikapnya sangat mengejutkanku.

“Sedang apa?”
“Kau tidak lihat? Aku sedang mencuci piring.”
“Tidak bisa nanti saja?”
“Wae?”
“Aku membutuhkanmu sekarang.”
Dia menjawab sambil menopang dagunya di bahuku kemudian membilas tanganku dari busa sabun, dan membalikkan tubuhku menghadapnya.
“Ada apa?” tanyaku bingung dan dia tersenyum sekilas lalu mendekatkan wajahnya.
“Ani.” bisiknya dan mengecup bibirku beberapa kali dengan perlahan.
“Oppa.”

Aku menjauhkan wajahku, tetapi Sehun oppa langsung menarik wajahku mendekat dan mengulum bibirku lembut.
“Ya! Oh Sehun!”
Suara teriakan gugup eomma membuatku Sehun oppa langsung melepas ciumannya.
“Jangan kau kira hanya karena satu minggu lagi kalian akan menikah, kau bisa melakukan itu di tempat terbuka!”
Wajah eomma terlihat memerah, sedangkan Sehun oppa menahan tawanya, sama sekali tidak menoleh ke arah Eomma dan Minmi eonni.
“Menikah?”
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Minmi eonni, Sehun oppa terbelak dan langsung menoleh. Begitu dia melihat Minmi eonni yang sedang menatap kami berdua, dia kembali menghadapku lagi.
“Ya. Pernikahan mereka tanggal 10 November ini.” jawab Eomma dan Sehun oppa tersenyum lebar padaku.
“Lee Minmi…” Sehun oppa menarikku ke ruang tamu dan berdiri di hadapan Minmi eonni.
“Ya?” Minmi eonni terlihat kaget karena Sehun oppa memanggilnya.
“Kau kuundang tanggal 10 nanti. Kuharap kau datang.” kata Sehun oppa mantap dan Minmi eonni terpaku mendengar undangan itu.
“Kau datangkan?” tanya eomma. Minmi eonni masih diam, hanya menggigit bibir bawahnya.
“Lee Minmi?” desakan Sehun oppa membuat Minmi eonni mengangguk terburu-buru.
“Gomapta. Dengan begini semua akan berjalan dengan lancar. Ayo Jung Yeon.”
Sehun oppa mengucapkan terimakasih dan disertai kalimat aneh lalu menarikku ke kamarnya.
Aku merasa ada yang aneh dengannya. Tidak biasanya dia seperti ini. Dia tidak pernah memelukku bahkan menciumku di depan orang lain, terutama di saat ada eomma seperti tadi. Apalagi tadi ada Minmi eonni. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan Minmi eonni tadi, pasti sangat menyakitkan. Belum lagi dia diundang secara langsung oleh Sehun oppa. Benar-benar menyakitkan.

“Oppa… Kau aneh sekali.”
“Aku juga merasa begitu.” jawabnya dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Ada apa?”
“Pejamkan matamu.” bisiknya dan mendekatkan wajahnya.
Aku menatapnya lekat-lekat, saat dia memiringkan kepalanya dan memeluk pinggulku, aku langsung memejamkan mataku dan balas mengulum bibirnya.
♪♪♪♪♪♪

Aku menghentikan langkahku saat melihat Minmi eonni dan Yi Fan gege di hadapanku.
Banyak yang kutakutkan akan terjadi kalau aku masuk ke dalam sekarang ini.
“Jung Yeon!” Suara Minmi eonni menghentikan langkahku. Padahal aku baru saja akan keluar.
“Ayo sini! Aku mencarimu daritadi.” Minmi eonni menarikku dan memaksaku duduk di sampingnya, di hadapan Yi Fan gege.
“Aku baru keluar kelas. Ada apa?” tanyaku gugup. Wanita ini pasti punya pertanyaan sulit lagi.
“Itu…” Dia melirik ke arah Yi Fan gege yang sedang fokus ke bukunya. Kurasa lebih tepatnya lagi dia sedang berpura-pura.
“Aku mau tanya tentang kemarin.”
“Tentang apa?”
“Um… Jangan menertawaiku ya!”
“Iya. Apa?”
“Bagaimana rasanya melakukan itu?”
“Itu?”
“Iya itu. Kemarin kalian di kamar karena itu kan?”
“Itu apa?” tanyaku bingung dan dia semakin berbisik.
“Hubungan seks.”
“Eonni!!” Aku memekik tertahan dan langsung menoleh ke arah Yi Fan gege yang sedang menatapku tajam.
“Kenapa marah? Ayo beritahu! Bagaimana rasanya melakukan itu dengan Sehun?”
“Lee Minmi!” Aku memekik tertahan dan menatap takut Yi Fan gege.
“Hei. Hei. Aku hanya penasaran, itu saja. Sehun tidak pernah menyentuhku dalam 3 tahun hubungan kami… jadi…”
“Eonni, kau gila ya?”
“Jung Yeon-ah. Kumohon.”
“Aku tidak tahu.” jawabku malas dan memalingkan wajahku, menatap Yi Fan gege yang kembali menatap bukunya.
“Kalian belum pernah melakukan apapun? Jadi yang kemarin itu apa?”
“Hanya sebatas yang kau lihat, tidak lebih dari itu,”
“Di kamar juga hanya ciuman? Kau mau berbohong?”
“Aku tidak bohong. Terserah mau percaya atau tidak.”
“Ah… Kalau begitu bagaimana rasanya ciuman dengan Sehun. Pasti lembut sekali ya? Kulihat dia…”
Minmi eonni menghentikan ucapannya dan menatap ke langit-langit ruangan, membayangkan sesuatu.
“Aish. Aku iri padamu.” katanya dengan nada lemas lalu menepuk-nepuk pipinya.
“Kau pernah melakukannya dengan pria lain? Bagaimana? Sama?”
“Melakukan apa?”
Aku mulai malas dengan wanita ini. Bisa-bisanya dia membahas hal seperti ini. Terlebih lagi di depan Yi Fan gege. Benar-benar parah.
“Ciuman.”
Mendengar jawabnya yang sudah bisa kuduga itu, aku langsung menatap Yi Fan gege lagi.
Aku merasa dua orang ini sedang menunggu jawabanku.
“Pernah.”
“Benarkah?! Siapa?! Bagaimana?!”
“Eonni. Aku masih ada kelas. Annyeong!”
Aku langsung bergegas keluar tanpa menunggu jawaban Minmi eonni. Dia sudah tidak waras. Kurasa.
“Tunggu…”
Yi Fan gege menarik tanganku dan berdiri di hadapanku. Aku menatapnya yang sedang tersenyum paksa ke arahku.
“Apa?”
“Kau tidak lupa nanti kan?”
“Apanya?”
“Tanggal 6 nanti.”
“Iya kenapa?”
“Kau lupa?”
“Ya.”
“Kau…”
Dia menghentikan ucapannya dan tersenyum tipis.
“Kau tidak mungkin lupa.” tandasnya dan pergi begitu saja. Sekilas aku melihat senyumannya, senyuman yang sudah lama tidak kulihat darinya.
Sesaat aku lega, dia tidak lagi bersikap dingin padaku.
Mengingat tanggal 6 nanti membuat jantungku berdebar kencang, wajahku memanas, aku merasa seperti akan meledak. Persis seperti saat pertama kali aku akan berkencan dengannya.
♪♪♪♪♪

6 November

Aku menguap lebar, dan merenggangkan otot-otot tubuhku. Dengan mata masih redup, aku berjalan ke arah pintu dan membuka sedikit pintu itu.
“Annyeong…” Suara bisikan pelan itu langsung membuatku sadar total dari kantukku.
“Yi Fan gege!” Aku memekik tertahan saat dia memaksa masuk dan langsung mengunci pintu dengan cepat.
“Kenapa pagi sekali?!” tanyaku gugup dan dia tertawa pelan.
“Kalau tidak sepagi ini, aku tidak bisa melihat wajahmu setelah bangun tidur.” jawabnya dan menepuk-nepuk pipiku dengan lembut.
“Aneh sekali.” omelku dan masuk ke kamar mandi.
“Hey. Tunggu.” Dia menahan pintu kamar mandi dan ikut masuk.
Morning Kiss!” katanya dan mengecup bibirku sekilas, lalu tersenyum lebar melihatku yang terkejut dengan tindakannya itu.
“Ingat, kau tidak bisa menolakku. Kau milikku.” bisiknya dan mengecup bibirku lagi, kemudian mengulum bibirku pelan.
“Hhhhh.” Dia mendesah pelan dan menjauhkan wajahnya, lalu keluar dari kamar mandi.

Untuk sesaat itu, aku benar-benar seperti tidak menyadari apapun lagi. Aku benar-benar bersikap seperti Jung Yeon yang menjadi milik Yi Fan gege seutuhnya.
Aku keluar dari kamar mandi dan kulihat Yi Fan gege sudah duduk manis di atas meja, sarapan sudah tertata rapi.

“Kau beli?” tanyaku dan dia mengangguk.
“Anggap saja aku yang masak.” jawabnya cepat dan mulai menyantap sarapan di hadapannya.
“Ada apa denganmu?” tanyaku bingung dan dia tertawa malu.
“Um… Bukan apa-apa. Hanya sedang bahagia.” jawabnya dan menatapku.
“Happy Birthday.” gumamku dan dia tersenyum lebar.
“Tidakkah kau merasa sekarang kita seperti pasangan suami istri?” tanyanya dan menyuapiku makanan. Aku tercekat dan berhenti mengunyah. Benar juga.
“Karena hari ini kau milikku, jadi tidak boleh menyebutkan nama orang lain, yang kau kenal, sekarang cuma aku.” katanya tegas. Aku mengerutkan keningku dan dia nyengir lalu berdiri di sampingku, menatapku.
“Nae… yeoja…chin-guga… doe-eojull…aeyo?” Yi Fan gege mengucapkan itu dengan sedikit gugup dan terbata-bata. Membuatku mengalami de javu luar biasa. Dia melakukan hal yang sama seperti dulu saat pertama kali dia memintaku menjadi pacarnya. Gugup dan terbata, sikap dinginnya hilang entah kemana.
“Ne.” jawabku pelan dan mengangguk malu. Dia tersenyum lega, langsung berdiri dan memelukku erat.
Started. Jadi, mulai dari sekarang, jangan mengungkit tentang masa lalu yang buruk, yang ada hanya kau dan aku yang seperti dulu.” bisiknya dan membelai lembut rambutku.
“Ketua Panitia… Kau lucu sekali.” jawabku dan dia tertawa pelan.
“Kenapa?”
“Satu jam yang lalu kau dingin seperti es, dan sekarang mendadak hangat seperti…”
“Itu karena aku memelukmu.” jawabnya cepat dan mempererat pelukannya.
✘●✘●✘●✘●✘●

Aku menahan nafasku saat Yi Fan gege menjauhkan tangannya yang menutupi mataku. Aku seperti tahu ada di mana aku sekarang.
“Buka matamu.” katanya dan aku semakin menutup rapat mataku.
“Oh? Tidak mau buka? Yasudah.” gumamnya dan meniupi wajahku, refleks aku langsung membuka mataku. Yi Fan gege tersenyum lebar.
“Masih ingat ini di mana?” tanya Yi Fan gege dan menjauhkan wajahnya. Aku melihat ke sekelilingku yang di penuhi dengan rak buku.
“Berubah banyak.” gumamku dan berjalan pelan menyusuri ruangan perpustakan sekolahku dulu. Tempat yang paling berkesan seumur hidupku. Bukan karena aku suka rajin membaca buku, tetapi karena pria yang sedang menggenggam tanganku sekarang. Wu Yi Fan.
“Stop.” Dia menahan langkahku dan membuatku berdiri menghadapnya.
“Ada buku yang mau kau baca?” tanyanya dan tersenyum tipis. Aku menahan tawaku dan menggeleng.
“Aku sudah semester 5, untuk apa membaca pelajaran SMA?” tanyaku dan dia menggembungkan pipinya.
“Kalau begitu langsung saja,” bisiknya dan dengan cepat memeluk pinggulku.
“Sama sekali bukan de javu lagi.” bisiknya dan mengecup pipiku.
“Um?” Aku mengerutkan keningku dan Yi Fan gege langsung mengecup bibirku.
“Second First Kiss,” bisiknya dan mengulum bibirku pelan.
✘✘✘✘✘✘✘✘✘✘


“Ireona.” bisikan lembut itu membangunkanku dari tidur singkatku. Saat aku membuka mata, aku sudah berada di dalam kereta api. Aneh sekali, padahal aku yakin tadi aku ada di dalam bus.
“Kaget?” tanya Yi Fan gege bingung. Aku mengangguk pelan.
“Kau pasti masih sangat mengantuk karenaku ya? Kau tidur nyenyak sekali, aku tidak tega membangunkanmu, jadi…”
“Jadi? Kau menggendongku dari dalam bus sampai ke dalam kereta api?!” tanyaku kaget dan dia mengangguk pelan.
“Aish… Di mana kita sekarang?” tanyaku saat kereta api mulai berjalan pelan. Yi Fan gege hanya tersenyum manis dan mengecup ujung hidungku.
“Heaven,” bisiknya dan menggenggam tanganku.
“Tempat yang jauh dari orang-orang yang mengenal kita.” lanjutnya dan tepat saat itu kereta api berhenti. Beberapa orang mulai berdiri dan bersiap untuk turun.
“Ayo turun.” ajaknya dan kami berjalan keluar dari gerbong kereta api.
“Tunggu sebentar.” Dia menahanku agar tetap berdiri di pintu masuk sedangkan dia turun terlebih dahulu. Kemudian dia memeluk pinggangku dan menggendongku turun dari gerbong kereta api.
“Hei…”
“Aku takut kau jatuh.” jawabnya dan tersenyum tipis lalu menurunkanku dari gendongannya.
“Tempat apa ini?” tanyaku, menggubris perkataannya karena wajahku mulai memerah lagi.
“Aku juga baru pertama kalinya ke sini,” gumam Yi Fan gege dan menarikku mendekat.
“Kau tidak takut?”
“Takut apa?”
“Um… Bukan apa-apa.” gumamku dan memperhatikan sekelilingku.
Tempat ini benar-benar asing bagiku, tetapi aku merasa pernah melihat tempat ini entah di mana.
Banyak orang yang datang berkunjung di sini, itu yang sedang aku khawatirkan sekarang. Bagaimana kalau orang yang mengenali kami datang ke tempat ini juga? Kalau kami yang melihat mereka duluan mungkin masih bisa menghindar, tetapi bagaimana kalau mereka yang duluan melihat kami?

“Tenang saja. Sekarang sedang jam kuliah dan bekerja, mereka tidak akan datang.” bisiknya dan merangkul pinggulku. Dia seperti sedang membaca pikiranku barusan.
“Baiklah.” jawabku pelan dan dia menarikku entah kemana lagi.
Bersama pengunjung lain, kami memasuki kawasan pepohonan yang ada di sepanjang jalan. Beberapa orang sibuk memotret, memotret pemandangan dan memotret teman-teman mereka.
“Ayo foto.”
“Apa?!”
“Foto.”
Aku terdiam dan hanya menatapnya lekat-lekat. Semoga apa yang kudengar barusan bukan khayalanku. Dia ikut menatapku lekat-lekat dan tersenyum tipis.
“Aku tidak salah dengarkan?”
“Tidak.”
“Kau yakin? Tumben sekali?”
“Yakin. Alasannya tidak bisa aku katakan, tetapi kita harus melakukan itu.”
“Baiklah.” jawabku dan Yi Fan gege langsung mengeluarkan ponselnya. Dia berjalan mendekati seorang gadis yang sedaritadi sibuk memotret dengan kamera ponselnya dan juga dengan kamera Canonnya. Gadis itu sama sekali tidak melakukan self camera seperti pengunjung lainnya. Dia hanya memotret pemandangan, pengunjung yang lalu lalang dan entah apa lagi.
“Permisi.”
“What?”
Gadis itu menatap Yi Fan gege kaget dan menjauh sedikit.
“Sorry.” gumamnya pelan.
“Photographer?” tanya Yi Fan gege dan gadis itu mengangguk lalu mengerutkan keningnya.
“Can you take a photo of us?”
“Oh? Of course.”
Gadis itu dengan senang hati mengabulkan permintaan Yi Fan gege, dia bahkan memotret kami menggunakan kameranya dengan berbagai posisi dan berbagai background. Dia benar-benar seorang fotografer, dan kelihatannya bukan orang Korea walaupun matanya sipit.

“Thank You.”
“You are welcome. Have a good date, bro!”
“What?”
“No. Bye!” Gadis itu berjalan cepat meninggalkan kami dan mendekati kerumunan pengunjung lalu memotret mereka lagi.
“Aneh.” gumam Yi Fan gege dan menggenggam tanganku.
“Kenapa?”
“Aku yakin aku mengenalinya, tetapi sepertinya dia tidak mengenaliku.”
“Memangnya dia siapa?”
“Aku pernah bertemu dengannya di Kanada dulu. Dulu dia fotografer di kampusku.”
“Oh… Bukan orang Kanada kan?”
“Bukan. Kalau tidak salah dia dari Taiwan.”
“Sudah kuduga. Dan kau… memangnya kenapa kalau dia tidak mengenalimu? Sepertinya kau kecewa.”
“Ya. Sedikit.”
“Hah?!”
“Aku pernah menyukainya dulu.”
“Hah?!”
Yi Fan gege lalu tertawa keras dan membungkam mulutku dengan telapak tangannya.
“Bercanda okay? Aku memang mengenalinya, tetapi aku tidak pernah menyukainya.”
“Bohong!” Aku menepis tangannya dan menatapnya tajam.
“Hei hei hei.” Dia menarik dan menggenggam erat kedua telapak tanganku.
“Masing-masing orang punya masa lalu kan. Kau saja dulu menyukai Kim Jong In, masa aku dulu tidak boleh menyukai siapapun?”
Aku menahan nafas saat mendengar ucapannya yang disertai dengan tatapan lembut itu.
“Jadi? Sebenarnya kau memang pernah menyukai fotografer itu?” tanyaku ragu dan dia hanya diam menatapku. Aku menatapnya lekat-lekat, menunggu jawabannya.
“Kemari.” Dia menarikku ke pinggir dan kami duduk di kursi kayu di bawah pohon yang jauh dari pengunjung.
“Siapa namanya?” tanyaku lagi. Aku mulai penasaran dengan kehidupan cinta pertama pria ini. Dulu aku sama sekali tidak ingin tahu, karena aku pasti akan cemburu, tetapi sekarang…
“Aku tidak tahu namanya. Aku hanya tahu orang-orang memanggil dia Apple.”
“Tunggu. Jadi saat kau meninggalkanku dan pergi ke Kanada, kau menyukai gadis itu?!”
“Bukan!” Dia menjawab cepat dan wajahnya terlihat takut.
“Jadi?” Aku menatapnya marah. Pura-pura marah lebih tepatnya.
“Aku menyukainya saat masih di sekolah menengah. Apakah kita harus membahas tentang ini?!”
“Harus!” tegasku dan dia mendengus kesal.
“Penting?”
“Penting!”
“Baru pertama kali aku melihat ada wanita yang mau mendengar cerita tentang cinta pertama pacarnya.” Dia menatapku skeptis dan aku tertawa pelan.
“Benar-benar cinta pertamamu?!”
“Ya. Kau kedua.” Dia tersenyum takut dan memalingkan wajahnya.
“Ahhhh. Kau tidak tahu namanya? Kau yakin?”
“Yakin. Aku tidak pernah mendekatinya sekalipun.” Dia bergumam pelan dan menatap tanah lalu membuat lingkaran di tanah dengan ujung sepatunya.
“Kenapa?”
“Tidak berani.”
“Hah?! Lalu sepertinya saat pertama kali menyukaiku kau terus mendekatiku seperti orang gila.”
“Kau tidak mengerti ya? Namanya juga belajar dari pengalaman. Aku menyesal karena tidak pernah mendekatinya, karena itu aku tidak mau menyesal lagi saat aku menyukaimu.”
“Lalu kau terus mendekatiku seperti itu?”
“Ya. Usahaku tidak sia-siakan? Aku mendapatkanmu.”
“Kalau saja saat itu kau mendekati Apple…”
“Mungkin aku tidak bersamamu sekarang.” bisiknya dan langsung mengecup bibirku sekilas.
“Kenapa kau datang ke Korea padahal di Kanada ada gadis yang kau sukai?”
“Oh. Perusahaan ayahku berkembang sampai di Korea, jadi kami pindah untuk itu. Lagipula, aku tidak mungkin bisa bersama Apple.”
“Kenapa?”
“Karena dia masih terlalu kecil untukku, dan…”
“Dan?”
“Dan… Aku lebih ingin bersamamu.” Yi Fan gege mengecup bibirku lagi. Kali ini berkali-kali.
“Apa kau meninggalkanku karena alasan yang sama? Karena umur? Karena perusahaan ayahmu? Karena…”
Yi Fan gege mengulum bibirku dengan lembut dan menggenggam erat telapak tanganku.
Seluruh tubuhku terasa kaku dan kaget. Sudah cukup lama aku tidak merasakan ciuman yang seperti ini bersama Yi Fan gege. Entah mengapa ciumannya terasa manis dan lebih lembut daripada biasanya.
“Sama sekali bukan karena itu.” bisiknya di sela ciuman kami.
^____________^
Aku mendengus ketika melihat jam dinding di dalam kamar mandi. Hampir pukul 7 malam dan ini berarti tanggal 6 November akan berakhir beberapa jam lagi.

Aku membalut tubuhku dengan handuk putih dan berjalan menuju pintu, bisa-bisanya aku lupa membawa masuk baju gantiku. Terpaksa aku harus ke kamar dengan keadaan seperti ini untuk mengambilnya lagi.
“Wu Yi Fan!! Di mana kau?!” Suara teriakan itu membuatku menghentikan langkahku. Aku tidak mengenali suara itu. Orang itu terus memanggil Yi Fan gege, suaranya bahkan semakin mendekat ke arah kamar.
“Tunggu!” Yi Fan gege menarikku kembali ke kamar mandi, dia terlihat panik, begitu juga aku.
“Yi Fan! Kau di dalam? Aku benar-benar tidak boleh menumpang mandi ya?!”
“Tidak!”
“Memangnya kenapa?”
“Aku diare! Kau mandi di tempat lain saja!”
“Astaga! Aku tetap bisa mandi kan?!”
“Aku mau mandi juga! Pergi kau!”
“Wu Yi Fan!!”
“Kim Min Seok! Mandi saja di rumah Luhan!” usir Yi Fan gege lagi, kali ini sampai melemparkan kaus yang sedang dia kenakan tepat di wajah Minseok oppa. Salah satu Seonbae di sekolahku dulu, ternyata sampai sekarang mereka masih bersahabat.
“Ahh! Mandi di rumah Luhan saja! Dasar pelit kau!”
Aku menahan nafasku saat terdengar suara derap langkah kaki menjauh dan keluar dari kamar.
Yi Fan gege berjalan ke arahku dan tertawa pelan.
“Kau ingat dia?”
“Minseok oppa. Anggota panitiamu, temanmu.” gumamku pelan dan Yi Fan gege tertawa lagi.
“Benar sekali. Dia masih sering numpang mandi di sini. Hampir saja ketahuan ada kau di sini.” Yi Fan gege tertawa lagi, wajahnya kali ini terlihat lega.
Dia terlihat sangat biasa saja, sedangkan aku sudah tidak bisa bernafas sama sekali sekarang ini. Aku terus menahan mataku untuk melihat tubuhnya, tetapi aku tidak bisa. Aku bahkan melihat tato di bahu kirinya, dan ketika dia berjalan keluar, aku melihat tato yang sama di punggungnya.
Sejak kapan dia punya tato seperti itu? Benar-benar seperti preman.
Saat aku hampir bisa bernafas lega. Yi Fan gege menghentikan langkahnya dan melangkah mundur kembali ke hadapanku yang masih berdiri kaku.
“Taaa…ta..tato..mu..”
“Kenapa?”
“Ania…” Aku ingin sekali protes tentang tato anehnya itu, tetapi entah mengapa aku tidak bisa mengatakan sepatah kata pun untuk protes.
“Aku mendengar apa yang kalian bicarakan saat itu di perpustakaan.” bisiknya dan aku semakin menahan nafasku.
“Lalu?”
“Kau yakin belum pernah melakukan apapun dengan Sehun?”
“Terserah.”
“Kalau begitu, bagaimana kalau…” Dia menghentikan ucapannya dan mendekatkan wajahnya.
“Kalau apa?” tanyaku takut dan Yi Fan gege tersenyum tipis lalu mendekatkan tubuhnya.
“Bagaimana kalau kita melakukannya? Aku juga penasaran seperti apa rasanya, terlebih lagi itu bersamamu.” bisiknya dan memeluk pinggulku, lalu mendekatkan wajahnya.
Jantungku semakin berdebar kencang saat dia mengecup tengkuk dan daun telingku dengan lembut.
“Ya atau tidak?” tanyanya dan menempelkan tubuhnya.
“Ya.” jawabku dan langsung memeluknya dengan erat.
Mendengar jawabanku, Yi Fan gege mengecup bibirku dan menatapku lekat-lekat.
“Kumohon, jangan menyesali ini.” bisiknya dan langsung mengulum bibirku. Perlahan dia mengangkat tubuhku dan membawaku keluar, kemudian membaringkanku di tempat tidurnya.
“Jangan takut,” bisiknya saat aku memejamkan mataku erat-erat.
“Aku tidak akan melakukan yang lebih jauh lagi.” bisiknya lagi dan menindih tubuhku. Perlahan dia mengulum bibirku dan melepaskan handuk putih yang tadi menutupi tubuhku.

Saat tubuh kami menyatu seperti ini, aku tidak hanya merasakan debaran jantung kami, aku juga bisa mendengar dengan jelas deru nafas kami.
“Aku mencintaimu,” bisiknya setelah sedikit menjilat daun telingaku.
“Kuharap ini bukan pertama dan terakhir kalinya untuk kita.” tandasnya pelan dan mulai menciumi tubuhku. Aku menutup rapat mata dan mulutku, saat perasaan hangat mulai menyelimuti tubuhku, dan perlahan semakin memanas seperti terbakar.
^________________^

7 November

Aku membuka mataku begitu sadar ada di mana aku sekarang. Demi apapun, apa yang terjadi semalam itu benar-benar lebih mendebarkan dibandingkan saat aku bersama Sehun oppa.
Aku bahkan tidak pernah membayangkan saat bangun tidur yang pertama kali kulihat adalah Yi Fan gege. Dan sekarang hal itu benar-benar terjadi. Wajahnya saat sedang tidur sangat berbeda dengan wajahnya saat sedang terjaga. Benar-benar lucu sekali, seperti anak kecil.
Aku menahan tawaku dan menyentuh kelopak matanya, lalu menyentuh bibirnya yang sedikit terbuka.
“Jangan tertawa.” katanya tanpa membuka matanya. Aku menahan tawaku lagi.
“Aku jelek sekalikan.” Dia mengerutkan keningnya dan menarikku ke dalam dekapannya.
“Kau imut.” jawabku dan akhirnya aku tertawa pelan.
“Oh ya?” Dia langsung menatapku dengan tatapan berbinar-binar.
“Ya. Kuharap aku bisa melihat yang seperti itu setiap bangun pagi.” gumamku dan dia tersenyum tipis. Beberapa detik kemudian senyumannya memudar.
“Sekarang masih tanggal 6 kan?”
Aku hanya diam mendengar pertanyaannya. Kuharap juga begitu.
“Sudah tanggal 7. Kau amnesia?”
“Andai saja aku bisa menghentikan waktu.” gumamnya dan mengecup keningku.
“Sayangnya kau tidak bisa.”
“Hm. Aku hanya bisa mencintaimu.” bisiknya dan mendekapku lagi.
“Aku tahu itu. Lalu… kenapa kau meninggalkanku?”
Akhirnya pertanyaan yang seharusnya kutanyakan itu terlontarkan lagi.

Yi Fan gege tertawa kering dan menghela nafas berat.
“Kau tahu? Ada peraturan ketat di dalam keluargaku. Aku dilarang pacaran sebelum aku lulus kuliah. Ini salah satu alasan kenapa aku tidak bisa mendekati Apple saat itu, tetapi karenamu aku sudah melanggar peraturan itu,”
“Mereka bilang akan menjodohkanku dengan wanita dari Cina, tentu saja aku menolak. Mereka menerima begitu saja penolakkanku dengan syarat aku harus melanjutkan kuliah di Kanada lagi. Mereka berjanji padaku akan mengizinkanku kembali padamu setelah aku lulus. Mereka juga sudah mengizinkanku menikah denganmu. Jadi…”
“Dan semua tidak sesuai apa yang mereka rencanakan untukmu. Semua gara-gara aku. Mianhae…” Aku membenamkan wajahku di dadanya dan menahan air mataku. Kalau saja saat itu aku mau mendengarkan alasannya. Kalau saja aku bisa menunggunya sedikit lebih lama lagi…
“Jangan terus menerus menyalahkan dirimu. Aku juga salah karena tidak memberimu kabar sedikitpun. Saat itu aku terlalu sibuk kuliah, aku mengambil materi satu harian penuh supaya aku bisa lebih cepat lulus. Memang, aku lulus dalam waktu singkat, tetapi ayahku meninggal dan aku harus menggantikannya mengurus perusahaan itu selama 2 tahun. Waktuku benar-benar tidak ada sama sekali untuk menghubungimu. Maafkan aku.”
Aku tidak bisa mengatakan apapun lagi sekarang. Aku hanya bisa menangis seperti anak kecil menyesali kebodohanku.
Aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Setelah aku tahu semua alasannya, setelah aku tahu apa yang terjadi. Semua memang kesalahanku. Dia bahkan belajar setengah mati hanya demi aku dan sekarang aku meninggalkannya begitu saja, bahkan akan menikah dengan orang lain. Tidak ada yang lebih menyakitkan lagi daripada ini.
“Uljima.” bisiknya dan mengelus lembut kepalaku. Aku menggeleng cepat. Bagaimana bisa dia menyuruhku untuk tidak menangis, ini sangat menyakitkan dan aku tidak menangis? Mustahil sekali. Hanya dengan menangis aku bisa merasa lega, merasa sedikit lebih tenang.
“Kau akan semakin menyakitiku kalau terus menangis seperti itu.”gumamnya lagi dan menarik daguku. Kemudian dia menyeka air mataku.
“Sudahlah. Lupakan semuanya, dan hiduplah seperti apa yang sudah kau putuskan.” tandasnya dan mengulum bibirku dengan lembut.
^____________^

To Be Continue

Comment guysss!!
Thank you!!
-Eve RyLin

4 thoughts on “THE LAST CHANCE [Part 6]

  1. Ya ampun thor .. nyesek bgt pas tau alasan kris prgi ninggalin jung yeon ..
    Cinta segitiga yg rumit ..
    Smoga jungyeon mmlih yg tpat ..
    Keren thor crita’a ..keep writing!

Leave a comment